BISNIS ONLINE

Sabtu, 26 November 2011

PENDIDIKAN DAN BUDI PEKERTI


PENDIDIKAN BUDI PEKERTI
A.    PENDAHULUAN
Pada peringatan Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) tahun lalu, presiden Megawati  menyatakan  bahwa  persoalan  pokok yang dihadapi  dalam  system pendidikan nasional saat  ini dan di masa yang akan datang adalah memperkokoh pendidikan watak dan budi pekerti melalui proses pengajaran, pengasuhan dan pemberian bimbingan  kepada  peserta didik. (Kompas,3 Mei 2003). Pendidikan watak dan budi pekerti merupakan elemen dasar yang sangat  penting dalam pembangunan karakter bangsa. Sejalan dengan  pernyataan di atas, persoalan besar yang melingkupi kehidupan berbangsa dan bernegara  di era reformasi ini adalah  keterpurukan moral pada sebagian besar warga bangsa  maupun penyelenggara  negara  itu sendiri. Contoh sederhana saja, betapa sulitnya bangsa ini menghapus korupsi, kolusi dan nepotisme  (KKN).
Begitu sulitnya mewujudkan  rasa  tenggang rasa antar sesama. Mengapa setia perselisihan harus diselesaikan melalui jalan kekerasan, apakah itu saudara sekandung atau saudara sebangsa. Di lingkungan masyarakat luas kita menyaksikan peristiwa  perendahan martabat manusia,  tawuran antar  rekan  pelajar, pemuda mengejek  pemudi  yang sedang  lewat,  tindak kekerasan oleh preman, oknum penguasa, korupsi di depan umum. Jalan-jalan haram terus bertambah dalam  proses  memperkaya  diri  dan golongan, mulai  dari  “salam  tempel”  di  jalan  raya,  kantor  lurah,  camat,  bupati, dan    tempat-tempat pelayanan kemasyarakatan. Tak  sedikit gubernur, wali kota, bupati,  dan  pejabat  lain  yang  acapkali  “diperas”  wartawan,  LSM,  dan  bahkan anggota DPR(D) yang bercita-cita memperjuangkan nasib rakyat. Sebaliknya, ada juga  dari  sejumlah  oknum  pejabat  yang  main  sogok  dalam  proses  merebut kedudukan dalam pemerintahan. Gambaran  di  atas  cukup  menunjukkan  bahwa  bangsa  Indonesia  saat  ini memang  tengah  dilanda  dekadensi  moral  yang  luar  biasa.
Hal  demikian  telah dinyatakan  sebagai  kondisi  buruk  bangsa  Indonesia  pasca  Orde  Baru  menurut ketetapan  MPR  Nomor  X/MPR/1998  Tentang  Pokok-Pokok  Reformasi Pembangunan  Dalam  Rangka  Penyelamatan  Dan  Normalisasi  Kehidupan Nasional  Sebagai  Haluan  Negara.  Jati  diri  bangsa  yang  disiplin,  jujur,  beretos kerja  tinggi  serta  berakhlak  mulia  belum  dapat  diwujudkan  bahkan  cenderung menurun.   Aksi-aksi  brutal  oleh  sebagian warga masyarakat  berupa  penjarahan dan  perampokan  serta  perilaku  dan  tindakan  yang  tidak  terpuji  lainnya  yang melanggar  hukum  serta  agama  yang  terjadi  akhir  akhir  ini  sungguh-sungguh bertentangan  dengan  akhlak mulia  dan  budi  pekerti  luhur  yang  bersumber  dari norma-norma dan ajaran agama serta nilai-nilai budaya bangsa. Pada titik demikian, orang kemudian berpaling pada pendidikan. Pendidikan nasional  dianggap  telah  gagal  dalam  menyemai moral  serta  karakter  baik  bagi warga  negara.  Di  bidang  pendidikan  masalah  yang  dihadapi  adalah berlangsungnya  pendidikan  yang  kurang  bermakna  bagi  pengembangan  pribadi dan  watak  peserta  didik,  yang  berakibat  hilangnya  kepribadian  dan  kesadaran akan  makna  hakiki  kehidupan.  Mata  pelajaran  yang  berorientasi  akhlak  dan moralitas  serta pendidikan agama kurang diberikan dalam bentuk  latihan-latihan pengamalan untuk menjadi corak kehidupan sehari-hari (GBHN 1999-2004).
Akhirnya  pendidikan  budi pekerti,  pendidikan watak,  pendidikan  karakter, pendidikan  nilai  atau  entah  apa  namanya menjadi  begitu  penting  dalam  situasi demikian.   Namun  anehnya, pendidikan budi pekerti  sepertinya  tidak penting di tengah  –tengah  pendidikan  eksak  ,  akademik  atau  pendidikan  profesi.  Dalam dunia global  sekarang  ini pendidikan untuk kepentingan dunia kerja  itulah yang  dianggap penting.
Pendidikan budi pekerti hanyalah pelengkap yang secukupnya saja diberikan pada perserta didik. Oleh karena itu menjadi penting untuk diketahui bagaimana pendidikan budi pekerti di  Indonesia  untuk  masa  depan.  Akankah  pendidikan  budi  pekerti dianggap sekedar melengkapi saja pada sistem pendidikan nasional kita? 
A.    PENDIDIKAN BUDI PEKERTI
Pendidikan  budi  pekerti  memiliki  esensi  dan  makna  yang  sama  dengan pendidikan moral  dan  pendidikan  akhlak. Tujuannya  adalah membentuk  pribadi anak,  supaya menjadi manusia  yang  baik, warga masyarakat,  dan warga  negara yang baik. Adapun kriteria manusia yang baik, warga masyarakat yang baik, dan warga negara yang baik bagi suatu masyarakat atau bangsa, secara umum adalah nilai-nilai  sosial  tertentu,  yang  banyak dipengaruhi oleh  budaya masyarakat dan bangsanya.
Oleh karena  itu, hakikat dari Pendidikan Budi Pekerti dalam konteks pendidikan di Indonesia adalah pedidikan nilai, yakni pendidikan nilai-nilai luhur yang  bersumber  dari  budaya  bangsa  Indonesia  sendiri,  dalam  rangka membina kepribadian generasi muda. Menjadi bangsa yang berakhlak mulia, berkarakter baik dan berbudi pekerti luhur  merupakan  tujuan  daripada  bangsa  Indonesia.
Pada  GBHN  1999-2004 disebutkan  bahwa  visi  dari  bangsa  Indonesia  adalah  terwujudnya  masyarakat Indonesia  yang  damai,  demokratis,  berkeadilan,  berdaya  saing,  maju  dan sejahtera,  dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang didukung oleh manusia  Indonesia  yang  sehat,  mandiri,  beriman,  bertakwa,  berakhlak  mulia, cinta tanah air, berkesadaran hukum dan lingkungan menguasai ilmu pengetahuan dan  teknologi, memiliki etos kerja yang  tinggi serta berdisiplin. Salah satu misi bangsa Indonesia adalah peningkatan pengamalan ajaran agama dalam kehidupan sehari-hari  untuk mewujudkan  kualitas  keimanan  dan  ketakwaan  kepada  Tuhan Yang Maha  Esa  dalam  kehidupan  dan mantapnya  persaudaraan  umat  beragama yang berakhlak mulia, toleran, rukun dan damai. Untuk mewujudkan visi dan misi  tersebut maka  faktor pendidikan menjadi penting. Arah pembangunan pendidikan di masa depan depan  ialah mewujudkan sistem  dan  iklim  pendidikan  nasional  yang  demokratis  dan  bermutu  guna memperteguh  akhlak mulia,  kreatif,  inovatif,  berwawasan  kebangsaan,  cerdas, sehat,  berdisiplin  dan  bertanggungjawab,  berketrampilan  serta  menguasai  ilmu pengetahuan  dan  teknologi  dalam  rangka  mengembangkan  kualitas  manusia Indonesia.
Dalam  Undang-undang  No  20  tahun  2003  tentang  Sistem  Pendidikan Nasional  disebutkan  bahwa  Pendidikan  nasional  berfungsi  mengembangkan kemampuan  dan  membentuk  watak  serta  peradaban  bangsa  yang  bermartabat dalam  rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi  peserta  didik  agar menjadi manusia  yang  beriman  dan  bertakwa  kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Mengacu  pada  aturan-aturan  dasar  tersebut,  secara  formal  upaya-upaya menyiapkan  pendidikan,  kondisi,  sarana/prasarana,  kegiatan,  ,  dan  kurikulum yang  mengarah  kepada  pembentukan  akhlak  dan  budi  pekerti  generasi  muda bangsa memiliki landasan hukum yang kuat. Namun, sinyal tersebut baru disadari ketika terjadi krisis akhlak yang menerpa semua lapisan masyarakat. Krisis akhlak tersebut bukan hanya  terjadi pada orang  tua, orang dewasa, melainkan  juga pada anak-anak usia sekolah bahkan pada para penyelenggara negara .
Pentingnya  nilai  akhlak, moral  serta  budi  luhur  bagi  semua warga  bangsa kiranya tidak perlu diingkari. Negara atau suatu bangsa bisa runtuh karena pejabat dan  sebagian  rakyatnya  berperilaku  tidak  bermoral.  Perilaku  amoral  akan memunculkan  kerusuhan,  keonaran,  penyimpangan  dan  lain-lain  yang menyebabkan kehancuran  suatu bangsa. Mereka  tidak memiliki pegangan dalam menegara  dan  memasyarakat  dalam  kehidupan  bernegara  dan  berbangsa.  Oleh karena  itu,  nilai  perlu  diajarkan  agar  generasi  sekarang  dan  yang  akan  datang mampu berperilaku sesuai dengan moral yang diharapkan.
Hal  tentang  pentingnya  pendidikan  nilai moral  baru  disadari  ketika  sinyal kehancuran  moral  mulai  tampak  seperti  para  era  reformasi  ini.  Tetapi  ironis memang dunia pendidikan kita  telah memberikan porsi yang  sangat besar untuk pengetahuan,  tetapi  melupakan  pengembangan  sikap/nilai  dan  perilaku  dalam pembelajarannya.  Dunia  pendidikan  sangat  meremehkan  mata-mata  pelajaran yang  berkaitan  dengan  pembentukan  karakter  bangsa.  Pelajaran-pelajaran  yang mengembangkan  karakter  bangsa  seperti  Pendidikan  Pancasila  dan Kewarganegaraan  (PPKN),  Pendidikan  Agama,  dan  Ilmu  Pengetahuan  Sosial dianggap remeh dan mudah saja untuk dididikkan. Berlatar  dari  adanya  gejala  dekadensi moral  akhir-akhir  ini maka  banyak pihak mulai memikirkan lagi tentang perlunya pendidikan nilai moral, pendidikan watak atau pendidikan budi pekerti diajarkan di sekolah-sekolah. Namun mereka terpecah dalam tiga pendapat (Maman Rachman, 2003).
Ketiga pendapat tersebut adalah pendapat pertama, bahwa pendidikan budi pekerti diberikan berdiri sendiri sebagai suatu mata pelajaran. Pendapat kedua, pendidikan budi pekerti diberikan secara  terintegrasi  dalam  mata  pelajaran  civics/PPKn,  pendidikan  agama,  dan mata  pelajaran  lain  yang  relevan. Pendapat ketiga,  pendidikan  budi  pekerti terintegrasi ke dalam semua mata pelajaran.



B.      STRATEGI PENDIDIKAN BUDI PEKERTI
Berkaca pada sejarah pendidikan di Indonesia maka pendidikan budi pekerti pernah diberikan dalam bentuk mata pelajaran  tersendiri. Selanjutnya pendidikan budi  pekerti  diintegrasikan  kedalam  pelajaran  civics,  dan  agama.  Khusus mengenai  pelajaran  civic  atau  kewarganegaraan  ini  mengalami  beberapa  kali perubahan.
Pada  tahun  1957  mulai  diperkenalkan  mata  pelajaran Kewarganegaraan  . Tahun 1961 Kewarganegaraan berganti nama menjadi Civics dan berubah lagi pada tahun 1968 menjadi Pendidikan Kewargaan Negara (PKN). Pada kurikulum  1975  dimulai  babak  baru  pendidikan  civic  di  Indonesia dengan memakai  nama  Pendidikan  Moral  Pancasila.  Mata  pelajaran  ini  dikandung maksud sebagai penanaman nilai nilai luhur Pancasila pada generasi muda. Nama pelajaran ini tetap dipertahankan pada kurikulum 1984. Tahun 1994  , pendidikan  civic berubah  lagi menjadi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan  (PPKn).
PPKn  1994  sebagai  penggabungan  bahan  kajian Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan yang tampil dalam bentuk pengajaran konsep nilai  yang disaripatikan dari Pancasila dan P4. Pada buku-buku pelajaran PPKn  persekolahan  kita  melihat  adanya  integrasi  budi pekerti  pada  pelajaran tersebut. Dari paparan di atas  sebenarnya upaya melakukan pendidikan budi pekerti di Indonesia telah dilakukan  yaitu  dalam  bentuk  pengintegrasian  pendidikan tersebut ke dalam mata pelajaran yang relevan seperti agama, dan PPKn. Namun dengan  fenomena  krisis  moral  seperti  sekarang  ini,  pendidikan  yang  bernuansakan budi pekerti seperti agama dan PPKn tersebut dianggap telah gagal menjalankan  misinya.  Kegagalan  ini  disebabkan  oleh  karena  beberapa  hal, pertama,  pelajaran-pelajaran  yang  mengembangkan  karakter  bangsa  seperti Pendidikan  Pancasila  dan  Kewarganegaraan  (PPKN),  Pendidikan  Agama,  Ilmu Pengetahuan  Sosial  dalam  pelaksanaan  pembelajarannya  lebih  banyak menekankan pada aspek kognitif daripada aspek afektif dan psikomotor. Kedua  , penilaian  dalam  mata-mata  pelajaran  yang  berkaitan  dengan  pendidikan  nilai belum secara total mengukur sosok utuh pribadi siswa. (Maman Rachman, 2001). Senada dengan  pendapat  di  atas, Azyumardi Azra menyebut  bahwa PPKn telah  gagal  dalam  mensosialisasikan  nilai-  nilai  demokrasi  karena  tiga  hal (Kompas,  18  Oktober  2001).  Pertama  secara  substantif  PPKn  tidak  secara terencana dan terarah mencakup materi dan pembahasan yang lebih terfokus pada pendidikan  demokrasi  dan  kewarganegaraan.  Tidak  heran  kalau  materi-materi yang ada umumnya  terpusat pada pembahasan yang bersifat  idealistik,  legalistik, dan normatif.
Kedua meskipun materinya potensial untuk pendidikan demokrasi dan  kewarganegaraan,  tetapi  tidak  bisa  berkembang  karena  pendekatan  dalam pembelajarannya  bersifat  indoktrinatif,  regimentatif  (bersifat  kekuasaan), monologis,  dan  tidak  partisipatif.  Ketiga,  substansi  pelajaran  itu  lebih  teoritis. Tidak heran kalau terdapat kesenjangan yang jelas antara teoritis dan wacana yang dibahas dengan realitas sosial politik yang ada. Mengawali  munculnya  kurikulum  2004  Standar  Kompetensi  sebagai pengganti kurikulum 1994, nampaknya pendidikan budi pekerti tetap ditempatkan sebagai pendidikan yang  terintegrasi bukan merupakan mata pelajaran  tersendiri. Badan Penelitian dan Pengembangan Pusat Kurikulum  , Departemen Pendidikan Nasional  pada  tahun  2001  telah  mengeluarkan  naskah  Kurikulum  Berbasis Kompetensi untuk mata pelajaran Budi Pekerti di tingkat Sekolah Dasar. Pengertian  pendidikan  budi pekerti dapat  ditinjau  secara  konsepsional dan secara  operasional.
Secara  konsepsional  pendidikan  budi  pekerti mencakup  hal-hal sebagai berikut:
a.       Usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik menjadi manusia seutuhnya yang berbudi pekerti luhur dalam segenap peranannya sekarang dan masa yang akan datang.
b.      Upaya  pembentukan,  pengembangan,  peningkatan,  pemeliharaan  dan perbaikan perilaku peserta didik  agar mereka mau dan mampu melaksanakan tugas-tugas  hidupnya  secara  selaras,  serasi,  seimbang  (lahir  batin,  material spiritual dan individual sosial).
c.       Upaya pendidikan untuk membentuk peserta didik menjadi pribadi seutuhnya yang  berbudi  pekerti  luhur  melalui  kegiatan  bimbingan,  pembiasaan, pengajaran dan latihan, serta keteladanan.
Pendidikan budi pekerti  secara operasional adalah upaya untuk membekali peserta  didik  melalui  kegiatan  bimbingan,  pengajaran  dan  latihan  selama pertumbuhan dan perkembangan dirinya sebagai bekal bagi masa depannya, agar  memiliki  hati  nurani  yang  bersih,  berperangai  baik,  serta  menjaga  kesusilaan dalam melaksanakan  kewajiban  terhadap  Tuhan  dan  terhadap  sesama makhluk, sehingga  terbentuk  pribadi  seutuhnya  yang  tercermin  pada  perilaku  berupa ucapan,  perbuatan,  sikap,  pikiran,  perasaan,  kerja  dan  hasil  karya  berdasarkan nilai-nilai agama serta norma dan moral luhur bangsa. Budi  pekerti  berisi  nilai-nilai  perilaku manusia  yang  akan  diukur menurut kebaikan  dan  keburukannya  melalui  ukuran  norma  agama,  norma  hukum,  tata krama  dan  sopan  santun,  norma  budaya/adat  istiadat  masyarakat.  Budi  pekerti akan  mengidentifikasi  perilaku  positif  yang  diharapkan  dapat  terwujud  dalam perbuatan, perkataan, pikiran, sikap, perasaan, dan kepribadian peserta didik Strategi  yang  dilakukan  dari  Kurikulum  ini  adalah  pengintegrasian pendidikan budi pekerti. Pendidikan Budi Pekerti terintegrasi dalam seluruh mata pelajaran  terutama  dalam  pada  mata  pelajaran  Agama  dan  Pendidikan
Kewarganegaraan.  Pendidikan  budi  pekerti  makin  diperjelas  wujudnya  yaitu dengan: 
1.      Penerapan  pendidikan  budi  pekerti  bukan  hanya  pada  ranah  kognitif  saja, melainkan  harus  berdampak  positif  terhadap  ranah  afektif  yang  berupa  sikap dan perilaku  peserta didik dalam kehidupan sehari-hari.
2.      Penerapan  pengintegrasian  budi  pekerti  dilakukan  melalui  keteladanan, pembiasaan,  pengkondisian  lingkungan  dan  kegiatan-kegiatan  spontan  serta kegiatan terprogram.
3.      Pengembangan nilai-nilai budi pekerti sesuai dengan kondisi peserta didik dan perkembangan masyarakat (diversifikasi).
Penerapan pendidikan budi pekerti dapat dilakukan dengan berbagai strategi pengintegrasian. Strategi yang dapat dilakukan adalah:
1.      Pengintegrasian dalam kegiatan sehari-hari. 
 Pelaksanaan kegiatan tersebut dapat dilakukan melalui:
a.       Keteladanan/contoh Kegiatan pemberian contoh/teladan yaitu suatu kegiatan yang dilakukan oleh pengawas, kepala  sekolah,  staf  administrasi di  sekolah yang dapat dijadikan model bagi peserta didik. 
b.      Kegiatan spontan Kegiatan spontan yaitu kegiatan yang dilaksanakan secara spontan pada saat itu  juga.  Kegiatan  ini  biasanya  dilakukan  pada  saat  guru  mengetahui sikap/tingkah  laku   peserta didik yang kurang baik,  seperti meminta sesuatu dengan berteriak, mencoret dinding. 
c.       Teguran
Guru  perlu  menegur  peserta  didik  yang  melakukan  perilaku  buruk  dan mengingatkannya  agar  mengamalkan  nilai-nilai  yang  baik  sehingga  guru dapat membantu mengubah tingkah laku mereka.
d.      Pengkondisian lingkungan
Suasana  sekolah  dikondisikan  sedemikian  rupa  dengan  penyediaan  sarana fisik.  Contoh  penyediaan  tempat  sampah,  jam  dinding,  slogan-slogan mengenai  budi  pekerti  yang  mudah  dibaca  oleh  peserta  didik,  aturan/tata tertib  sekolah  yang  ditempelkan  pada  tempat  yang  strategis  sehingga  setiap peserta didik mudah membacanya.
e.       Kegiatan rutin 
Kegiatan  rutinitas merupakan  kegiatan  yang  dilakukan  peserta  didik  secara terus menerus dan konsisten setiap saat. Contoh kegiatan  ini adalah berbaris masuk  ruang  kelas,  berdoa  sebelum  dan  sesudah  kegiatan,  mengucapkan salam bila bertemu dengan orang lain, membersihkan kelas/belajar.
2.      Pengintegrasian dalam kegiatan yang diprogramkan.
 Kegiatan  ini merupakan kegiatan yang  jika akan dilaksanakan  terlebih dahulu  dibuat  perencanaannya  atau  diprogramkan  oleh  guru.  Hal  ini dilakukan jika guru menganggap perlu memberikan pemahaman atau prinsip-prinsip moral yang diperlukan.
Contoh: Budi Pekerti 
Contoh Pengintegrasian Taat kepada ajaran agama
Diintegrasikan pada kegiatan peringatan hari-hari besar keagamaan Toleransi
Diintegrasikan pada saat kegiatan yang menggunakan metode tanya jawab, diskusi kelompok
Disiplin
Diintegrasikan pada saat kegiatan olah-raga, upacara bendera, dan menyelesaikan tugas yang diberikan guru
Tanggung jawab
Diintegrasikan pada saat tugas piket kebersihan kelas dan dalam menyelesaikan tugas yang diberikan guru
Kasih sayang
Diintegrasikan pada saat melakukan kegiatan sosial dan kegiatan melestarikan lingkungan
Gotong royong
Diintegrasikan pada saat kegiatan bercerita/dis-kusi tentang gotong royong, menyelesaikan tugas-tugas keterampilan
Kesetiakawanan 
Diintegrasikan pada saat kegiatan bercerita/dis-kusi misalnya mengenai kegiatan koperasi, pemberian
sumbangan
Hormat-menghormati 
Diintegrasikan pada saat menyanyikan lagu-lagu tentang hormat menghormati, saat kegiatan bermain drama.
Sopan santun
Diintegrasikan pada kegiatan bermain drama, berlatih membuat surat.
Jujur
Diintegrasikan pada saat melakukan percobaan, menghitung, bermain, bertanding.

C.      PENUTUP
Terwujudnya  manusia  Indonesia  yang  bermoral,  berkarakter  ,  berakhlak mulia  dan  berbudi  pekerti  luhur merupakan  tujuan  dari  pembangunan manusia Indonesia  yang  selanjutnya  diimplementasikan  kedalam  tujuan  pendidikan  nasional. Pada tataran demikian maka pendidikan yang berorientasikan pada nilai moral,  ahklah  dan  budi  pekerti  menjadi  penting  dan  sebagai  bagian  tidak terpisahkan  dari  sistem  pendidikan  di  Indonesia. Disamping  itu  adanya  gejala-gejal  dekadensi  moral  di  kalangan  warga  dan  penyelenggara  negara  semakin menguatkan akan pentingnya pendidikan nilai moral atau budi pekerti . Namun  ironis memang dalam  implementasi di  lapangan bahwa pendidikan budi pekerti kurang mendapat perhatian dari para pelaku pendidikan  itu sendiri. Sebagian  meremehkan  akan  keberadaan  mata  pelajaran-mata  pelajaran  yang bermisikan pendidikan budi pekerti. Bahkan pelajaran agama dan PPKn dianggap telah  gagal  dalam menjalankan  misinya  ketika  dekadensi moral  bangsa  akhir-akhir  ini menggejala. Semua  seakan dibebankan saja pada pangajar pada kedua bidang itu.  Budi  pekerti  bukan  milik  para  guru  agama  atau  PPKn  saja  namun hendaknya disadari sebagai kepentingan bersama segenap warga bangsa. Adalah menjadi  tanggung  jawab  bersama  untuk membina  budi  pekerti  generasi muda. Oleh  karena  itu  pendidikan  budi  pekerti  dalam  pembelajarannya  perlu diintegrasikan ke dalam semua mata pelajaran. Kiranya sudah tepat strategi yang dipakai  dalam  Kurikulum  2004  yaitu  pengintegrasian  pendidikan  budi  pekerti. Kurikulum  ini  nantinya  mulai  berlaku  pada  bulan  Juli  2004  pada  jenjang pendidikan dasar dan menengah.  Menjadi harapan kita bahwa budi pekerti membudaya di kalangan pendidik yang  tidak  terbatas  di  sekolah  tetapi  di  semua  lingkungan  pendidikan. Selanjutnya  mampu  membawakan  pendidikan  budi  pekerti  ini  didalam implementasi pembelajaran dan kegiatan .


DAFTAR PUSTAKA :

Aziz Toyibin &,Kosasih Djahiri. 1997. Pendidikan Pancasila. Jakarta : Rineka Cipta 
Azyumardi  Azra.  2001  Pendidikan  Pancasila  dan  Kewiraan  Gagal  Sosialisasikan
Demokrasi www.Kompas.com
Garis Besar Haluan Negara 1999-2004. www.mpr.go.id   11
Ketetapan MPR tahun 1998. www.mpr.go.id
Kurikulum  Berbasis  Kompetensi  Mata  Pelajaran  Budi  Pekerti  untuk  kelas  I-VI.
Buram ke-6 Juli 2001. Jakarta: Puskur www.puskur.or.id 
Kosasih  Djahiri  &  Aziz.  Wahab  1996.  Dasar  Konsep  Pendidikan  Moral.  Dikti.
Depdikbud. Proyek Pendidikan Tenaga Akademik : Jakarta
Maman Rachman. 2003. Implementasi Pendidikan Budi Pekerti dalam Keterpaduan
Pembelajaran. Makalah tidak diterbitkan www.diknas.go.id 
Maman  Rachman.  2001.  Reposisi,  Re-Evaluasi  dan  Redefinisi  Pendidikan  Nilai.
Makalah tidak diterbitkan. www.diknas.go.id 
Undang-undang  No  20  tahun  2003  tentang  Sistem  Pendidikan  Nasional.
www.ri.go.id
Winarno. 2000. Dasar Konsep Pendidikan Moral. Surakarta  : Laboratorium PP-Kn
FKIP UNS 

0 komentar:

Posting Komentar

PALING DISUKAI