PENDIDIKAN BUDI PEKERTI
A. PENDAHULUAN
Pada peringatan Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) tahun lalu, presiden Megawati menyatakan bahwa persoalan pokok yang dihadapi dalam system pendidikan nasional saat ini dan di masa yang akan datang adalah memperkokoh pendidikan watak dan budi pekerti melalui proses pengajaran, pengasuhan dan pemberian bimbingan kepada peserta didik. (Kompas,3 Mei 2003). Pendidikan watak dan budi pekerti merupakan elemen dasar yang sangat penting dalam pembangunan karakter bangsa. Sejalan dengan pernyataan di atas, persoalan besar yang melingkupi kehidupan berbangsa dan bernegara di era reformasi ini adalah keterpurukan moral pada sebagian besar warga bangsa maupun penyelenggara negara itu sendiri. Contoh sederhana saja, betapa sulitnya bangsa ini menghapus korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN).
Begitu sulitnya mewujudkan rasa tenggang rasa antar sesama. Mengapa setia perselisihan harus diselesaikan melalui jalan kekerasan, apakah itu saudara sekandung atau saudara sebangsa. Di lingkungan masyarakat luas kita menyaksikan peristiwa perendahan martabat manusia, tawuran antar rekan pelajar, pemuda mengejek pemudi yang sedang lewat, tindak kekerasan oleh preman, oknum penguasa, korupsi di depan umum. Jalan-jalan haram terus bertambah dalam proses memperkaya diri dan golongan, mulai dari “salam tempel” di jalan raya, kantor lurah, camat, bupati, dan tempat-tempat pelayanan kemasyarakatan. Tak sedikit gubernur, wali kota, bupati, dan pejabat lain yang acapkali “diperas” wartawan, LSM, dan bahkan anggota DPR(D) yang bercita-cita memperjuangkan nasib rakyat. Sebaliknya, ada juga dari sejumlah oknum pejabat yang main sogok dalam proses merebut kedudukan dalam pemerintahan. Gambaran di atas cukup menunjukkan bahwa bangsa Indonesia saat ini memang tengah dilanda dekadensi moral yang luar biasa.
Hal demikian telah dinyatakan sebagai kondisi buruk bangsa Indonesia pasca Orde Baru menurut ketetapan MPR Nomor X/MPR/1998 Tentang Pokok-Pokok Reformasi Pembangunan Dalam Rangka Penyelamatan Dan Normalisasi Kehidupan Nasional Sebagai Haluan Negara. Jati diri bangsa yang disiplin, jujur, beretos kerja tinggi serta berakhlak mulia belum dapat diwujudkan bahkan cenderung menurun. Aksi-aksi brutal oleh sebagian warga masyarakat berupa penjarahan dan perampokan serta perilaku dan tindakan yang tidak terpuji lainnya yang melanggar hukum serta agama yang terjadi akhir akhir ini sungguh-sungguh bertentangan dengan akhlak mulia dan budi pekerti luhur yang bersumber dari norma-norma dan ajaran agama serta nilai-nilai budaya bangsa. Pada titik demikian, orang kemudian berpaling pada pendidikan. Pendidikan nasional dianggap telah gagal dalam menyemai moral serta karakter baik bagi warga negara. Di bidang pendidikan masalah yang dihadapi adalah berlangsungnya pendidikan yang kurang bermakna bagi pengembangan pribadi dan watak peserta didik, yang berakibat hilangnya kepribadian dan kesadaran akan makna hakiki kehidupan. Mata pelajaran yang berorientasi akhlak dan moralitas serta pendidikan agama kurang diberikan dalam bentuk latihan-latihan pengamalan untuk menjadi corak kehidupan sehari-hari (GBHN 1999-2004).
Akhirnya pendidikan budi pekerti, pendidikan watak, pendidikan karakter, pendidikan nilai atau entah apa namanya menjadi begitu penting dalam situasi demikian. Namun anehnya, pendidikan budi pekerti sepertinya tidak penting di tengah –tengah pendidikan eksak , akademik atau pendidikan profesi. Dalam dunia global sekarang ini pendidikan untuk kepentingan dunia kerja itulah yang dianggap penting.
Pendidikan budi pekerti hanyalah pelengkap yang secukupnya saja diberikan pada perserta didik. Oleh karena itu menjadi penting untuk diketahui bagaimana pendidikan budi pekerti di Indonesia untuk masa depan. Akankah pendidikan budi pekerti dianggap sekedar melengkapi saja pada sistem pendidikan nasional kita?
A. PENDIDIKAN BUDI PEKERTI
Pendidikan budi pekerti memiliki esensi dan makna yang sama dengan pendidikan moral dan pendidikan akhlak. Tujuannya adalah membentuk pribadi anak, supaya menjadi manusia yang baik, warga masyarakat, dan warga negara yang baik. Adapun kriteria manusia yang baik, warga masyarakat yang baik, dan warga negara yang baik bagi suatu masyarakat atau bangsa, secara umum adalah nilai-nilai sosial tertentu, yang banyak dipengaruhi oleh budaya masyarakat dan bangsanya.
Oleh karena itu, hakikat dari Pendidikan Budi Pekerti dalam konteks pendidikan di Indonesia adalah pedidikan nilai, yakni pendidikan nilai-nilai luhur yang bersumber dari budaya bangsa Indonesia sendiri, dalam rangka membina kepribadian generasi muda. Menjadi bangsa yang berakhlak mulia, berkarakter baik dan berbudi pekerti luhur merupakan tujuan daripada bangsa Indonesia.
Pada GBHN 1999-2004 disebutkan bahwa visi dari bangsa Indonesia adalah terwujudnya masyarakat Indonesia yang damai, demokratis, berkeadilan, berdaya saing, maju dan sejahtera, dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang didukung oleh manusia Indonesia yang sehat, mandiri, beriman, bertakwa, berakhlak mulia, cinta tanah air, berkesadaran hukum dan lingkungan menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi, memiliki etos kerja yang tinggi serta berdisiplin. Salah satu misi bangsa Indonesia adalah peningkatan pengamalan ajaran agama dalam kehidupan sehari-hari untuk mewujudkan kualitas keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa dalam kehidupan dan mantapnya persaudaraan umat beragama yang berakhlak mulia, toleran, rukun dan damai. Untuk mewujudkan visi dan misi tersebut maka faktor pendidikan menjadi penting. Arah pembangunan pendidikan di masa depan depan ialah mewujudkan sistem dan iklim pendidikan nasional yang demokratis dan bermutu guna memperteguh akhlak mulia, kreatif, inovatif, berwawasan kebangsaan, cerdas, sehat, berdisiplin dan bertanggungjawab, berketrampilan serta menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi dalam rangka mengembangkan kualitas manusia Indonesia.
Dalam Undang-undang No 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional disebutkan bahwa Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Mengacu pada aturan-aturan dasar tersebut, secara formal upaya-upaya menyiapkan pendidikan, kondisi, sarana/prasarana, kegiatan, , dan kurikulum yang mengarah kepada pembentukan akhlak dan budi pekerti generasi muda bangsa memiliki landasan hukum yang kuat. Namun, sinyal tersebut baru disadari ketika terjadi krisis akhlak yang menerpa semua lapisan masyarakat. Krisis akhlak tersebut bukan hanya terjadi pada orang tua, orang dewasa, melainkan juga pada anak-anak usia sekolah bahkan pada para penyelenggara negara .
Pentingnya nilai akhlak, moral serta budi luhur bagi semua warga bangsa kiranya tidak perlu diingkari. Negara atau suatu bangsa bisa runtuh karena pejabat dan sebagian rakyatnya berperilaku tidak bermoral. Perilaku amoral akan memunculkan kerusuhan, keonaran, penyimpangan dan lain-lain yang menyebabkan kehancuran suatu bangsa. Mereka tidak memiliki pegangan dalam menegara dan memasyarakat dalam kehidupan bernegara dan berbangsa. Oleh karena itu, nilai perlu diajarkan agar generasi sekarang dan yang akan datang mampu berperilaku sesuai dengan moral yang diharapkan.
Hal tentang pentingnya pendidikan nilai moral baru disadari ketika sinyal kehancuran moral mulai tampak seperti para era reformasi ini. Tetapi ironis memang dunia pendidikan kita telah memberikan porsi yang sangat besar untuk pengetahuan, tetapi melupakan pengembangan sikap/nilai dan perilaku dalam pembelajarannya. Dunia pendidikan sangat meremehkan mata-mata pelajaran yang berkaitan dengan pembentukan karakter bangsa. Pelajaran-pelajaran yang mengembangkan karakter bangsa seperti Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKN), Pendidikan Agama, dan Ilmu Pengetahuan Sosial dianggap remeh dan mudah saja untuk dididikkan. Berlatar dari adanya gejala dekadensi moral akhir-akhir ini maka banyak pihak mulai memikirkan lagi tentang perlunya pendidikan nilai moral, pendidikan watak atau pendidikan budi pekerti diajarkan di sekolah-sekolah. Namun mereka terpecah dalam tiga pendapat (Maman Rachman, 2003).
Ketiga pendapat tersebut adalah pendapat pertama, bahwa pendidikan budi pekerti diberikan berdiri sendiri sebagai suatu mata pelajaran. Pendapat kedua, pendidikan budi pekerti diberikan secara terintegrasi dalam mata pelajaran civics/PPKn, pendidikan agama, dan mata pelajaran lain yang relevan. Pendapat ketiga, pendidikan budi pekerti terintegrasi ke dalam semua mata pelajaran.
B. STRATEGI PENDIDIKAN BUDI PEKERTI
Berkaca pada sejarah pendidikan di Indonesia maka pendidikan budi pekerti pernah diberikan dalam bentuk mata pelajaran tersendiri. Selanjutnya pendidikan budi pekerti diintegrasikan kedalam pelajaran civics, dan agama. Khusus mengenai pelajaran civic atau kewarganegaraan ini mengalami beberapa kali perubahan.
Pada tahun 1957 mulai diperkenalkan mata pelajaran Kewarganegaraan . Tahun 1961 Kewarganegaraan berganti nama menjadi Civics dan berubah lagi pada tahun 1968 menjadi Pendidikan Kewargaan Negara (PKN). Pada kurikulum 1975 dimulai babak baru pendidikan civic di Indonesia dengan memakai nama Pendidikan Moral Pancasila. Mata pelajaran ini dikandung maksud sebagai penanaman nilai nilai luhur Pancasila pada generasi muda. Nama pelajaran ini tetap dipertahankan pada kurikulum 1984. Tahun 1994 , pendidikan civic berubah lagi menjadi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn).
PPKn 1994 sebagai penggabungan bahan kajian Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan yang tampil dalam bentuk pengajaran konsep nilai yang disaripatikan dari Pancasila dan P4. Pada buku-buku pelajaran PPKn persekolahan kita melihat adanya integrasi budi pekerti pada pelajaran tersebut. Dari paparan di atas sebenarnya upaya melakukan pendidikan budi pekerti di Indonesia telah dilakukan yaitu dalam bentuk pengintegrasian pendidikan tersebut ke dalam mata pelajaran yang relevan seperti agama, dan PPKn. Namun dengan fenomena krisis moral seperti sekarang ini, pendidikan yang bernuansakan budi pekerti seperti agama dan PPKn tersebut dianggap telah gagal menjalankan misinya. Kegagalan ini disebabkan oleh karena beberapa hal, pertama, pelajaran-pelajaran yang mengembangkan karakter bangsa seperti Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKN), Pendidikan Agama, Ilmu Pengetahuan Sosial dalam pelaksanaan pembelajarannya lebih banyak menekankan pada aspek kognitif daripada aspek afektif dan psikomotor. Kedua , penilaian dalam mata-mata pelajaran yang berkaitan dengan pendidikan nilai belum secara total mengukur sosok utuh pribadi siswa. (Maman Rachman, 2001). Senada dengan pendapat di atas, Azyumardi Azra menyebut bahwa PPKn telah gagal dalam mensosialisasikan nilai- nilai demokrasi karena tiga hal (Kompas, 18 Oktober 2001). Pertama secara substantif PPKn tidak secara terencana dan terarah mencakup materi dan pembahasan yang lebih terfokus pada pendidikan demokrasi dan kewarganegaraan. Tidak heran kalau materi-materi yang ada umumnya terpusat pada pembahasan yang bersifat idealistik, legalistik, dan normatif.
Kedua meskipun materinya potensial untuk pendidikan demokrasi dan kewarganegaraan, tetapi tidak bisa berkembang karena pendekatan dalam pembelajarannya bersifat indoktrinatif, regimentatif (bersifat kekuasaan), monologis, dan tidak partisipatif. Ketiga, substansi pelajaran itu lebih teoritis. Tidak heran kalau terdapat kesenjangan yang jelas antara teoritis dan wacana yang dibahas dengan realitas sosial politik yang ada. Mengawali munculnya kurikulum 2004 Standar Kompetensi sebagai pengganti kurikulum 1994, nampaknya pendidikan budi pekerti tetap ditempatkan sebagai pendidikan yang terintegrasi bukan merupakan mata pelajaran tersendiri. Badan Penelitian dan Pengembangan Pusat Kurikulum , Departemen Pendidikan Nasional pada tahun 2001 telah mengeluarkan naskah Kurikulum Berbasis Kompetensi untuk mata pelajaran Budi Pekerti di tingkat Sekolah Dasar. Pengertian pendidikan budi pekerti dapat ditinjau secara konsepsional dan secara operasional.
Secara konsepsional pendidikan budi pekerti mencakup hal-hal sebagai berikut:
a. Usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik menjadi manusia seutuhnya yang berbudi pekerti luhur dalam segenap peranannya sekarang dan masa yang akan datang.
b. Upaya pembentukan, pengembangan, peningkatan, pemeliharaan dan perbaikan perilaku peserta didik agar mereka mau dan mampu melaksanakan tugas-tugas hidupnya secara selaras, serasi, seimbang (lahir batin, material spiritual dan individual sosial).
c. Upaya pendidikan untuk membentuk peserta didik menjadi pribadi seutuhnya yang berbudi pekerti luhur melalui kegiatan bimbingan, pembiasaan, pengajaran dan latihan, serta keteladanan.
Pendidikan budi pekerti secara operasional adalah upaya untuk membekali peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran dan latihan selama pertumbuhan dan perkembangan dirinya sebagai bekal bagi masa depannya, agar memiliki hati nurani yang bersih, berperangai baik, serta menjaga kesusilaan dalam melaksanakan kewajiban terhadap Tuhan dan terhadap sesama makhluk, sehingga terbentuk pribadi seutuhnya yang tercermin pada perilaku berupa ucapan, perbuatan, sikap, pikiran, perasaan, kerja dan hasil karya berdasarkan nilai-nilai agama serta norma dan moral luhur bangsa. Budi pekerti berisi nilai-nilai perilaku manusia yang akan diukur menurut kebaikan dan keburukannya melalui ukuran norma agama, norma hukum, tata krama dan sopan santun, norma budaya/adat istiadat masyarakat. Budi pekerti akan mengidentifikasi perilaku positif yang diharapkan dapat terwujud dalam perbuatan, perkataan, pikiran, sikap, perasaan, dan kepribadian peserta didik Strategi yang dilakukan dari Kurikulum ini adalah pengintegrasian pendidikan budi pekerti. Pendidikan Budi Pekerti terintegrasi dalam seluruh mata pelajaran terutama dalam pada mata pelajaran Agama dan Pendidikan
Kewarganegaraan. Pendidikan budi pekerti makin diperjelas wujudnya yaitu dengan:
1. Penerapan pendidikan budi pekerti bukan hanya pada ranah kognitif saja, melainkan harus berdampak positif terhadap ranah afektif yang berupa sikap dan perilaku peserta didik dalam kehidupan sehari-hari.
2. Penerapan pengintegrasian budi pekerti dilakukan melalui keteladanan, pembiasaan, pengkondisian lingkungan dan kegiatan-kegiatan spontan serta kegiatan terprogram.
3. Pengembangan nilai-nilai budi pekerti sesuai dengan kondisi peserta didik dan perkembangan masyarakat (diversifikasi).
Penerapan pendidikan budi pekerti dapat dilakukan dengan berbagai strategi pengintegrasian. Strategi yang dapat dilakukan adalah:
1. Pengintegrasian dalam kegiatan sehari-hari.
Pelaksanaan kegiatan tersebut dapat dilakukan melalui:
a. Keteladanan/contoh Kegiatan pemberian contoh/teladan yaitu suatu kegiatan yang dilakukan oleh pengawas, kepala sekolah, staf administrasi di sekolah yang dapat dijadikan model bagi peserta didik.
b. Kegiatan spontan Kegiatan spontan yaitu kegiatan yang dilaksanakan secara spontan pada saat itu juga. Kegiatan ini biasanya dilakukan pada saat guru mengetahui sikap/tingkah laku peserta didik yang kurang baik, seperti meminta sesuatu dengan berteriak, mencoret dinding.
c. Teguran
Guru perlu menegur peserta didik yang melakukan perilaku buruk dan mengingatkannya agar mengamalkan nilai-nilai yang baik sehingga guru dapat membantu mengubah tingkah laku mereka.
d. Pengkondisian lingkungan
Suasana sekolah dikondisikan sedemikian rupa dengan penyediaan sarana fisik. Contoh penyediaan tempat sampah, jam dinding, slogan-slogan mengenai budi pekerti yang mudah dibaca oleh peserta didik, aturan/tata tertib sekolah yang ditempelkan pada tempat yang strategis sehingga setiap peserta didik mudah membacanya.
e. Kegiatan rutin
Kegiatan rutinitas merupakan kegiatan yang dilakukan peserta didik secara terus menerus dan konsisten setiap saat. Contoh kegiatan ini adalah berbaris masuk ruang kelas, berdoa sebelum dan sesudah kegiatan, mengucapkan salam bila bertemu dengan orang lain, membersihkan kelas/belajar.
2. Pengintegrasian dalam kegiatan yang diprogramkan.
Kegiatan ini merupakan kegiatan yang jika akan dilaksanakan terlebih dahulu dibuat perencanaannya atau diprogramkan oleh guru. Hal ini dilakukan jika guru menganggap perlu memberikan pemahaman atau prinsip-prinsip moral yang diperlukan.
Contoh: Budi Pekerti
Contoh Pengintegrasian Taat kepada ajaran agama
Diintegrasikan pada kegiatan peringatan hari-hari besar keagamaan Toleransi
Diintegrasikan pada saat kegiatan yang menggunakan metode tanya jawab, diskusi kelompok
Disiplin
Diintegrasikan pada saat kegiatan olah-raga, upacara bendera, dan menyelesaikan tugas yang diberikan guru
Tanggung jawab
Diintegrasikan pada saat tugas piket kebersihan kelas dan dalam menyelesaikan tugas yang diberikan guru
Kasih sayang
Diintegrasikan pada saat melakukan kegiatan sosial dan kegiatan melestarikan lingkungan
Gotong royong
Diintegrasikan pada saat kegiatan bercerita/dis-kusi tentang gotong royong, menyelesaikan tugas-tugas keterampilan
Kesetiakawanan
Diintegrasikan pada saat kegiatan bercerita/dis-kusi misalnya mengenai kegiatan koperasi, pemberian
sumbangan
Hormat-menghormati
Diintegrasikan pada saat menyanyikan lagu-lagu tentang hormat menghormati, saat kegiatan bermain drama.
Sopan santun
Diintegrasikan pada kegiatan bermain drama, berlatih membuat surat.
Jujur
Diintegrasikan pada saat melakukan percobaan, menghitung, bermain, bertanding.
C. PENUTUP
Terwujudnya manusia Indonesia yang bermoral, berkarakter , berakhlak mulia dan berbudi pekerti luhur merupakan tujuan dari pembangunan manusia Indonesia yang selanjutnya diimplementasikan kedalam tujuan pendidikan nasional. Pada tataran demikian maka pendidikan yang berorientasikan pada nilai moral, ahklah dan budi pekerti menjadi penting dan sebagai bagian tidak terpisahkan dari sistem pendidikan di Indonesia. Disamping itu adanya gejala-gejal dekadensi moral di kalangan warga dan penyelenggara negara semakin menguatkan akan pentingnya pendidikan nilai moral atau budi pekerti . Namun ironis memang dalam implementasi di lapangan bahwa pendidikan budi pekerti kurang mendapat perhatian dari para pelaku pendidikan itu sendiri. Sebagian meremehkan akan keberadaan mata pelajaran-mata pelajaran yang bermisikan pendidikan budi pekerti. Bahkan pelajaran agama dan PPKn dianggap telah gagal dalam menjalankan misinya ketika dekadensi moral bangsa akhir-akhir ini menggejala. Semua seakan dibebankan saja pada pangajar pada kedua bidang itu. Budi pekerti bukan milik para guru agama atau PPKn saja namun hendaknya disadari sebagai kepentingan bersama segenap warga bangsa. Adalah menjadi tanggung jawab bersama untuk membina budi pekerti generasi muda. Oleh karena itu pendidikan budi pekerti dalam pembelajarannya perlu diintegrasikan ke dalam semua mata pelajaran. Kiranya sudah tepat strategi yang dipakai dalam Kurikulum 2004 yaitu pengintegrasian pendidikan budi pekerti. Kurikulum ini nantinya mulai berlaku pada bulan Juli 2004 pada jenjang pendidikan dasar dan menengah. Menjadi harapan kita bahwa budi pekerti membudaya di kalangan pendidik yang tidak terbatas di sekolah tetapi di semua lingkungan pendidikan. Selanjutnya mampu membawakan pendidikan budi pekerti ini didalam implementasi pembelajaran dan kegiatan .
DAFTAR PUSTAKA :
Aziz Toyibin &,Kosasih Djahiri. 1997. Pendidikan Pancasila. Jakarta : Rineka Cipta
Azyumardi Azra. 2001 Pendidikan Pancasila dan Kewiraan Gagal Sosialisasikan
Demokrasi www.Kompas.com
Garis Besar Haluan Negara 1999-2004. www.mpr.go.id 11
Ketetapan MPR tahun 1998. www.mpr.go.id
Kurikulum Berbasis Kompetensi Mata Pelajaran Budi Pekerti untuk kelas I-VI.
Buram ke-6 Juli 2001. Jakarta: Puskur www.puskur.or.id
Kosasih Djahiri & Aziz. Wahab 1996. Dasar Konsep Pendidikan Moral. Dikti.
Depdikbud. Proyek Pendidikan Tenaga Akademik : Jakarta
Maman Rachman. 2003. Implementasi Pendidikan Budi Pekerti dalam Keterpaduan
Pembelajaran. Makalah tidak diterbitkan www.diknas.go.id
Maman Rachman. 2001. Reposisi, Re-Evaluasi dan Redefinisi Pendidikan Nilai.
Makalah tidak diterbitkan. www.diknas.go.id
Undang-undang No 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
www.ri.go.id
Winarno. 2000. Dasar Konsep Pendidikan Moral. Surakarta : Laboratorium PP-Kn
FKIP UNS
0 komentar:
Posting Komentar